Lidah buaya/Mutiara Hijau (Aloevera) merupakan salah satu dari 10
jenis tanaman terlaris didunia yang telah dikembangkan oleh
negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan negara di benua Eropa.
Salah satu daerah sentra lidah buaya di Indonesia adalah Kalimantan
Barat. Memang lidah buaya merupakan komoditas unggulan Kalimantan Barat
yang unik dan telah menjadi ciri khas Provinsi ini.
Intensitas penyinaran matahari yang baik di daerah ini sangat sesuai
untuk pertumbuhan Lidah Buaya. Tanaman lidah buaya yang berasal dari
Kalimantan Barat merupakan varietas terunggul di Indonesia bahkan diakui
keunggulannya di dunia. Tanaman Lidah Buaya Kalimantan Barat dapat
mencapai berat rata-rata 1,2 kg per helai daunnya dalam umur 8 bulan
sampai 1 tahun. Di Kalimantan Barat, per kilogram lidah buaya dijual
dengan harga Rp 1.500-Rp 2.000.
Lidah buaya memang dikenal kaya manfaat. Selain ditanam sebagai
tanaman hias, lidah buaya bermanfaat untuk kesehatan maupun kecantikan.
Gel lidah buaya tersusun oleh 96 persen air dan 4 persen padatan yang
terdiri dari 75 komponen senyawa berkhasiat. Khasiat hebat yang dimiliki
aloevera sangat terkait dengan 75 komponen tersebut secara sinergis.
Kegunaan lidah buaya antara lain penyubur rambut, penyembuh luka (luka
bakar/tersiram air panas), obat bisul, jerawat/noda hitam, pelembab
alam, antiperadangan, antipenuaan, obat cacingan, susah kencing, susah
buang air besar (sembelit), batuk, radang tenggorokan, hepatoprotektor
(pelindung hati), imunomodulator (pembangkit sistem kekebalan), diabetes
mellitus, menurunkan kolesterol dan penyakit jantung koroner.
Dalam perkembangannya, lidah buaya banyak dimanfaatkan untuk diolah
menjadi berbagai makanan dan minuman, karena daging dari pelepah daun
ternyata juga enak untuk dikonsumsi. Makanan dan minuman hasil olahan
lidah buaya sangat berpotensi sebagai makanan/minuman kesehatan.
Lidah buaya yang diolah menjadi makanan adalah lidah buaya dengan
daging tebal. Sentra produksi Lidah Buaya di Kalimantan Barat ada di
Kota Pontianak dan sebagian daerah Kabupaten Kubu Raya. Kini berbagai
makanan olahan dari lidah buaya sudah menjadi oleh-oleh khusus bagi
wisatawan yang berkunjung ke Kalimantan Barat.
Berbagai olahan lidah buaya itu seperti manisan, juice, dodol, nata
de aloe, selai, minuman segar, dawet, sirup, teh, dll.Bahkan kini ada
suguhan cemilan baru yaitu kerupuk lidah buaya. Bagi kita yang berada di
Luar Kalimantan mungkin jarang bahkan belum pernah mendengar nya?
Kerupuk lidah buaya memang terbilang jenis kerupuk baru yang beredar di
pasaran. Jenis kerupuk ini diyakini kaya manfaat bagi kesehatan organ
pencernaan perut. Cocok bagi orang yang kerap mengalami sembelit atau
kesulitan buang air besar (BAB).
Cara membuat kerupuk lidah buaya ini boleh dibilang gampang-gampang
susah. Untuk membuatnya memang perlu ketekunan dan kejelian agar
didapatkan resep yang pas. Secara garis besar langkah –langkah
membuatnya adalah daging atau gel lidah buaya diambil, lalu sisihkan
getahnya, kemudian diblender hingga halus. Selanjutnya blenderan daging
lidah buaya itu dicampur dengan tepung tapioka menjadi tepung setengah
kering. Campur adonan tersebut dengan telur dan susu. Adonan itu
kemudian dikukus sampai matang, lalu potong-potong sesuai selera.
Setelah itu keringkan untuk menghilangkan kandungan air, dengan dijemur
diterik matahari antara 3 – 4 jam lamanya, baru kemudian dikemas. Jika
proses pembuatannya benar, kerupuk lidah buaya ini bisa awet sampai satu
tahun. Peluang pasar kerupuk lidah buaya cukup besar, karena produk ini
masih jarang dipasaran.
Kamis, 10 Januari 2013
Aroma Tahu Dari singkawang
Selain kondisi alam dan budaya wisata yang dimiliki, kota Singkawanga, Kalimantan Barat, juga memiliki beragam makanan yang dapat dijadikan sebagai wisata kuliner. Satu diantaranya, Tahu Singkawang.
Rasa menjadi cirri khas dan membuat tahu ini dari kota Amoy ini lebih terkenal. Bukan sekarang, tapi sudah bertahun lamanya. Bukan hanya dilingkup kota Singkawang, Tahu Singkawang juga digemari masyarakat di luar kota Singkawang.
Misalnya Sunarno, Tasliman, dan Khairullah. Mereka semua merupakan warga Pontianak yang berkeja di Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat. Tiga pria ini membeli tiga ratus biji tahu di salah satu pabrik tahu milik Pheng Chen Khiong di Jalan Yohana Godang.
Sunarno dan kedua rekannya ada tugas di Kabupaten Sambas dan Bengkayang. Karena tugas sudah selesai, ia kemudian mampir ke Kota Singkawang untuk membeli tahu sebagai oleh-oleh untuk keluarga.
Sunarno bukan langganan tetap, namun setiap mampir ke Kota Singkawang dirinya selalu membeli tahu. Pembelian akan banyak seiring banyaknya keluarga yang memesan.
”Yang jelas memang tahu Singkawang tidak ada tandingnya, hiangga tahu produksi Kota Singkawang sangat terkenal dan enak untuk dimakan dibandingkan tahu hasil produksi di tempat lain di luar Kota Singkawang,” tambah Tasliman.
Tasliman mengatakan, tahu produksi dari Kota Singkawang juga dijual di Kota Pontianak. Biasanya, penjualan dilakukan dengan sepeda dan berkeliling dari rumah ke rumah. Penjualan keliling itu diringi dengan teriakan “Tahu Singkawang”.
Tahu Singkawang membawah kesan, bila warga luar Singkawang berkunjung ke kota Singkawang dan tidak membawa tahu dari Kota Singkawang, maka warga luar tersebut dinyatakan belum datang ke Kota Singkawang.
Selain rasanya yang cukuk enak, keunikan tahu Singkawang terletak pada pengelolahnya. Bila didaerah lain, yang membuat tahu adalah warga Jawa, maka di Kota Singkawang, warga Tionghoa lebih dominant.
Satu diantaranya, Pheng Chen Khiong, Warga Tionghoa berusia 33 pemilik pabrik tahu di Jalan Yohana Godang menuturkan usaha yang digelutinya meruapakan usaha keluarga. Usaha yang berdiri sejak 40 tahun yang lalu. saat ini Pheng Chen Khiong meneruskan usaha ayahnya Phang Tet Kit yang telah meninggal pada Desember tahun lalu.
Dalam membuat tahu, Pheng Chen Kiong mengaku, sebanyak 30 kilo gram kacang kedelei dihabiskan dalam satu hari. Jumlah kacang itu menghasilkan 1.300 biji tahu. Jumlah pembuatan akan berubah pada saat waktu libur.
“Biasanya yang ramai, pada hari libur, Sabtu dan Minggu. Pada hari libur itu banyak orang luar Kota Singkawang yang datang dan membeli tahu untuk oleh-kerabat dan keluargnya, atau sekedar di konsumsi untuk sendiri,” ungkap Pheng.
Pheng Chen Khiong mengaku tidak memasarkan tahunya ke pasar-pasar yang ada di Kota Singkawang. Karena orang lebih memilih untuk mendatangi rumahnya dan membeli langsung.
“Banyak pembeli datang kerumah mungkin dari mulut ke mulut,” ungkap lelaki yang memilki dua orang.
Dituturkannya, kalau memang tahu yang diproduksinya dalam satu hari ada yang tidak terjual, maka tahu tersebut akan direndam dengan air garam, dan dalam waktu empat jam sekali air tersebut harus diganti, dan hal ini dilakukan tahu tersebut tetap awet, bisa juga untuk menjaga agar tahu tetap awet di lakukan dengan cara direbus.
Pheng Chen mengaku tidak mengalami kendala memperoleh kacang kedele. Pheng membeli kacang kedele dari Pontianak dengan harga Rp. 6.600/kilo. Katanya kacang kedele itu didatangkan langsung dari Negara Amerika,.
Untuk peruses pembuatan, Pheng Cen Khiong menuturkan, pertama kali yang dilakukan merendam kacang kedeli dengan air sampai mengembang selama kurang lebih dua tiga jam. Setelah itu kacang digiling, dan seterusnya di saring untuk diambil airnya, setelah itu air kedele itu dimasukkan kedalam tong dan dibekukan dengan air garam kira-kira selama lima sampai sepuluh menit. Setelah beku, proses terakhir adalah membungkusnya dengan kain, dan jadilah tahu. Untuk menjalankan usaha itu, Pheng Chen dibantuh tujuh orang karyawan yang bekerja delapan jam selama satu hari. Para karyawan itu digaji empat ratus ribu rupiah per bulan.
Pheng menjual satu butir tahu dengan harga Rp. 500. Satu biji tahu mendapatkan keuntungan Rp.150. Walau masih keuntungan kotor, diperkirakan cukup untuk biaya hidup keluarga.
Pebuatan tahu juga melalui proses pembakaran. Selama ini proses itu menggunakan kayu bekas yang dibelinya dari pabrik mebel. Biasanya, kayu bekas itu dibelu sebanyak satu mobil pic up dengan harga Rp. 80.000, dan dapat dipergunakan selama tiga minggu.
Pheng Chen menuturkan, selain tahu, ampas produksi tahu juga termanfaatkan. Ampas itu untuk makanan babi dan banyak orang yang membelinya. Untuk satu karung berisi 50 kilo gram, ampas tahu itu dihargai Rp.10.000.
Ditempat terpisah, Tjong Tjong Khiong, pengusaha tahu yang juga sempat ditemui di Gang Khatulistiwa II Jalan Pangeran Diponegoro mengungkapkan, usaha ini adalah usaha keluarga yang telah berdiri kurang lebih 35 tahun yang lalu. Lain halnya dengan Peng Chen Khiong yang hanya memproduksi kedelei sebanyak 30 kilo per hari, Tjong tjong Khiong perharinya menghabiskan 150 kilo kacang kedele perharinya dengan menghasilkan 6000 biji tahu.
Sehari-harinya, Tjong Tjong Khiong ditemani sang istri dan anaknya Susanto. Selain memproduksi tahu yang biasa, keluarga ini juga membuat tahu kering yang perpotongnya di jual dengan harga Rp. 3000.
Pemasaran yang dilakukan Tjong Tjong Khiong lebih luas. Karena selain dijual pasar tradisional yang tersebar di Kota Singkawang, pemasaran tahunya juga keluar daerah Kota Singkawang. Usaha pembuatan tahu itu dibantu sebelas orang karyawan.
Untuk bahan baku kacang kedelei, dirinya mendapatkan di Kota Singkawang dengan harga Rp. 700 per kilo. Kedeli itu juga didatangkan langsung dari Negara Amerika. Tjong Tjong Khiong juga mengaku pernah mendapatkan kedelei dengan harga yang telah disubsidi oleh pemerintah.
Tempat pembuat tahu Tjong Tjong Khiong beberapa kali didatangi petugas dari dinas kesehatan baik dari Kota Singkawang, maupun dari Pemerintah Provinsi Kalbar.
Langganan:
Postingan (Atom)