Penduduk beretnis Tionghoa di seluruh dunia baru saja melewati
perayaan Tahun Baru Imlek 2563 (春节/Festival Musim Semi) yang dikenal
sebagai Tahun Naga Air. Lampion dan pernik-pernik Imlek menghiasi
rumah-rumah penduduk etnis Tionghoa dan bangunan-bangunan pusat
perdagangan. Di Singkawang sendiri jalanan utama berhamparan
lampion-lampion merah yang dipasangi lampu di dalamnya sehingga terlihat
sangat indah. Kantor-kantor pemerintah, hotel, bank dan pusat bisnis
lainnya seolah tidak mau kalah dan turut meramaikan festival ini dengan
menghiasi diri dengan pernik-pernik Imlek yang bernuansa merah. Seusai
perayaan Capgomeh nanti pernik-pernik Imlek baru akan dilepaskan.
Replika naga merah di Pondok Indah Mall 2
Mungkin ada yang tidak menyadari kenapa warna
merah
begitu mendominasi pernik Imlek. Demikian juga mungkin akan timbul suatu
pertanyaan kenapa etnis Tionghoa cukup identik dengan warna
merah ?
Naturalisme (pemikiran yang didominasi oleh sebab-akibat dan
faktor-faktor alam) sangat mendominasi filsafat dan kebudayaan Tionghoa
(中华). Leluhur dan filsuf yang sangat berjasa bagi kemajuan kebudayaan
Tionghoa antara lain Huang Di (nenek moyang bangsa Tiongkok), Fu Xi
(penemu trigram), Shen Nong (peletak dasar pertanian dan herbalis), Lao
Zi (mahaguru Taoisme) dan Kong Fu Zi atau Konfusius (mahaguru
Konfusianisme). Bangsa Tiongkok kuno percaya bahwa kejadian-kejadian
alam sangat mempengaruhi nasib manusia, dengan demikian manusia dalam
perjalanan hidupnya harus
selaras, seimbang dan
serasi dengan alam agar selamat sentosa. Alam yang teratur dan baik ini adalah buah dari keseimbangan
Yin (negatif, gelap, wanita, lembut, pasif) dan
Yang
(positif, terang, pria, keras, aktif). Yin Yang yang tidak seimbang
berefek buruk bagi alam. Sedang dalam tubuh manusia bila yin yang tidak
seimbang bisa berakibat sakit, semakin tidak seimbang yin yang maka
semakin parah sakitnya. Dalam kedokteran modern, ada istilah pH (kadar
keasaman) tubuh, yang normal/sehat adalah berkadar 7 (tidak asam juga
tidak basa) atau seimbang.
Manusia yang masih hidup/sehat akan dialiri darah merah yang teratur
dan terus menerus dalam tubuhnya dengan wajah sedikit kemerahan. Namun
bila sedang tidak dalam kondisi sehat (apalagi sudah menjadi mayat),
wajah seseorang akan menjadi pucat (putih seolah tanpa darah). Dengan
demikian merah adalah pertanda baik (sehat), sedang putih adalah
pertanda tidak baik (sakit). Pesta pernikahan selalu memakai baju/kain
warna merah sedangkan bila sedang dalam suasana perkabungan memakai
baju/kain serba putih. Bila kita melihat petunjuk harga saham yang naik
di bursa China bukannya memakai segitiga warna hijau, tetapi warna
merah. Merah adalah pertanda baik bagi orang Tionghoa. Seseorang yang
sedang naik daun atau lagi berjaya disebut
hong sing atau dalam dialek Hakka :
fung sen (红星), terjemahan harfiahnya ke dalam Bahasa Indonesia adalah “bintang merah”, namun terjemahan lebih tepatnya adalah
bintang sedang terang. Kembali kita melihat merah itu identik baik bagi orang Tionghoa.
Saat hari pertama perayaan Tahun Baru Imlek, orang Tionghoa biasanya
memakai baju warna merah. Ini tidak terlepas dari legenda masa kuno.
Dikisahkan pada saat pergantian ke musim semi, ada satu makhluk yang
disebut
nian (年)suka memangsa manusia. Tiap tahun
selalu ada korban hilang disebabkan kedatangan makhluk ini. Seorang
utusan dari Langit ingin menyelamatkan penduduk tersebut dari amukan
nian,
dia mengetahui apa kelemahan makhluk ini maka sang penyelemat inipun
menganjurkan setiap penduduk pada saat tersebut harus mengenakan
kain/baju merah. Rupanya benar apa yang dianjurkan orang tersebut,
nian itu
takut dengan warna merah sehingga tidak berani datang untuk mencari
korban lagi. Setiap tahun penduduk tersebut ingat akan hal ini dan tidak
pernah ada lagi korban manusia hilang oleh ulah
nian yang jahat sejak mengenakan baju/kain merah.
Akhirnya telah menjadi tradisi turun-temurun sampai kini untuk memakai baju merah di hari pertama perayaan Tahun Baru Imlek.
Semoga kita semua beroleh selamat sentosa dan damai sejahtera.